TEMPO.CO, Jakarta - Komisi III DPR yang membidangi masalah hukum menggelar rapat kerja dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK pada Selasa, 21 Maret 2023. Rapat itu khusus digelar untuk membahas dugaan pencucian uang dengan nilai Rp 300 triilun yang diduga terjadi di lingkungan Kementerian Keuangan selama periode 2009-2023.
Dalam rapat tersebut, anggota DPR Komisi III mencecar Kepala PPATK Ivan Yustiavandana terkait temuan lembaganya itu. Ivan memberikan sejumlah penjelasan dan membeberkan fakta-fakta mengenai laporan hasil analisis PPATK yang menjadi basis temuan dugaan transaksi pencucian uang ini.
“Ada pencucian uang, kami tidak pernah satu kalipun menyatakan tidak ada pencucian uang,” kata Ivan dalam rapat tersebut.
Temuan dugaan pencucian uang Rp 300 triliun ini pertama kali diungkapkan oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md beberapa waktu lalu. Temuan ini membuat heboh publik negeri ini terlebih karena Kemenkeu tengah disorot oleh kasus penganiayaan dan gaya hidup mewah pegawai pajak Rafael Alun Trisambodo. Namun, ucapan Mahfud mengenai pencucian uang senilai Rp 300 triliun tak sepenuhnya benar. Berikut merupakan sejumlah penjelasan yang disampaikan Kepala PPATK Ivan, serta sejumlah fakta yang ada dalam rapat dengan DPR tersebut.
Kaitan tugas dan fungsi Kemenkeu
Ivan mengatakan memang benar lembaganya menemukan transaksi mencurigakan dengan nilai lebih dari Rp 349 triliun yang terindikasi pencucian uang di lingkungan Kemenkeu. Namun, transaksi itu tidak semuanya dilakukan oleh pegawai Kemenekeu, melainkan terkait tugas dan fungsi Kemenkeu.
“Tidak semua tentang tindak pidana yang dilakukan Kementerian Keuangan, bukan di Kementerian Keuangan, tapi terkait dengan tugas pokok dan fungsi Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal,” kata Ivan.
Ivan melanjutkan tugas pokok yang dimaksud adalah dugaan pencucian uang terkait kasus perpajakan, serta bea-cukai. Ivan menyebutkan kasus itu bisa saja dilakukan oleh pihak luar. “Itu kebanyakan terkait dengan kasus impor-ekspor, kasus perpajakan, di dalam satu kasus saja kalau kita bicara ekspor-impor itu bisa lebih dari Rp 100 triliun,” kata dia.
Tiga jenis laporan
Ivan mengatakan berdasarkan temuan PPATK terdapat tiga jenis laporan hasil analisis yang disampaikan lembaganya kepada Kemenkeu. Pertama adalah PPATK melaporkan seseorang yang diduga melakukan pencucian uang, namun belum ketahuan sumber asal pidananya. Kedua adalah PPATK menemukan pihak yang diduga melakukan tindak pidana serta modus yang dilakukan.
“Misalnya kami temukan kasus ekspor-impor, dan kami menemukan pelakunya,” kata dia.
Jenis laporan ketiga, kata Ivan, adalah PPATK tidak menemukan pelakunya, namun menemukan tindak pidana asalnya. “Jadi tindak pidana asal misalnya kepabeaan, perpajakan, itu yang kita sampaikan kepada penyidiknya,” kata dia.
Ucapan Mahfud dipersoalkan
Anggota DPR Komisi III dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aboe Bakar Alhabsyi mengatakan dugaan adanya transaksi mencurigakan ini membuat masyarakat enggan membayar pajak. Aboe menyayangkan pernyataan Menkopolhukam Mahfud Md yang mulanya menyampaikan informasi transaksi janggal, namun angkanya berubah-ubah.
“Yang jadi pertanyaan, sebenarnya transaksi apa sih, Pak Ivan? Transaksi apa? Angka sekian ratus triliun ini jenis kelaminnya apa? Biar jelas,” kata Aboe.
Ivan mengakui kekeliruan yang terjadi dalam penyampaian temuan tersebut ke masyarakat. Masyarakat jadi keliru memahami mengenai temuan tersebut.